Pernahkah
anda bertanya mengapa Allah menawarkan konsep imbalan kebaikan berupa
Pahala? Apa itu pahala? Seperti apa bentuknya? Untuk apa dan kepada
siapa sebenarnya pahala itu ditujukan? Bukankah konsep pahala ini hanya
akan membuat setiap orang berorientasi berhitung (berbuat sesuatu karena
mengharap imbalan) dan tidak menjadikan pribadi yang ikhlas dan tanpa
pamrih? Bukankah konsep pahala ini hanya akan membuat seseorang berubah
menjadi muslim yang pamrih=melakukan sesuatu karena alasan tertentu.
Lalu bagaimana dengan dosa? seperti apa wujud dosa?
Karena sesungguhnya, konsep pemberian imbalan pahala itu hanya diperuntukkan bagi anak-anak dan remaja atau orang yang baru mengenal atau belajar islam, bukan diperuntukkan bagi umat muslim yang sudah mengerti ajaran islam dan menjalaninya bertahun-tahun. Bukan bagi orang dewasa yang sudah mengerti dan mempelajari islam sejak lama. Konsep pahala sebenarnya ditujukan bagi siapa saja yang baru belajar dan ingin mengenal islam (mualaf). Konsep pahala ini dibuat hanya untuk merangsang semangat setiap orang agar mereka mengerti bahwa setiap perbuatan baik akan menghasilkan kebaikan dan keuntungan, agar mereka terpacu dan bersemangat untuk banyak berbuat baik dengan alasan imbalan pahala yang akan diterima kelak.
Dan sesungguhnya pahala bukanlah satu-satunya alasan seseorang bisa masuk syurga-Nya. Semua umat muslim akan diputuskan masuk syurga bukanlah sekedar karena banyaknya pahala yang sudah mereka kumpulkan selama hidup, dan bukan sekedar karena ia lolos dari hisab/timbangan amal, melainkan itu adalah semata-mata karena karunia Allah swt kepada dirinya. Sebagaimana hadist rasulullah berikut ini:
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ « لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ » . قَالُوا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَلاَ ، وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِى اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ
Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” “Engkau juga tidak wahai Rasulullah?”, tanya beberapa sahabat. Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Itu semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah.” (HR. Bukhari no. 5673 dan Muslim no. 2816)
Mengapa demikian? Ini disebabkan, karena selama ini hidup di dunia, kita terlalu berorientasi pada materi, yaitu sesuatu yang berwujud, dan berbentuk nyata. Kita baru percaya sesuatu itu ada jika kita sudah melihat wujudnya. Sementara, apa-apa balasan kebaikan yang ditawarkan Allah tidak ada wujudnya, tidak bisa dilihat dengan mata namun bisa diterima oleh akal dan bisa dirasakan oleh hati. Ide pahala ini diterapkan sesungguhnya adalah dalam rangka proses peralihan dari materi berwujud (benda) menuju ketenangan yang hakiki, bahwa jika seseorang sudah berada pada tahap derajat iman yang baik dan pemahaman yang sempurna mengenai keimanan dan keislamannya, maka ia sudah tidak lagi menghitung berapa banyak jumlah pahala yang sudah dikumpulkan, sudah berapa banyak kebaikan yang dia perbuat, selain ia hanya akan memilih bersikap ikhlas, sabar dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah swt, percaya dan yakin bahwa Allah akan membalas semua perbuatannya dengan kebaikan pula.
"Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula." (QS. Ar Rahman:60)
Seseorang yang sudah tidak merasa berat menjalankan kewajibannya sebagai muslim (shalat, puasa, zakat dan sebagainya), sudah tidak mempertanyakan alasannya melakukan semua ketentuan itu, ia sudah tidak menghitung berapa banyak kebaikan yang sudah diperbuat, dan ia sudah tidak lagi mempermasalahkan berapa banyak pengorbanan yang sudah dia lakukan di jalan Allah selain ia sudah sepenuhnya menyerahkan semua usahanya itu kepada Allah swt. Itulah tujuan akhir bagi siapa saja yang mengerti bahwa pahala bukanlah satu-satunya alasan seseorang masuk syurga-Nya. Melainkan keikhlasan dan kepasrahannya kepada Sang Khaliklah yang membuat dirinya berharga di mata Allah swt. Sebagimana disebutkan dalan Ayat-Nya yang berbunyi:
سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al Hadiid: 21).
Seandainya saja setiap orang berbuat baik karena mengharapkan imbalan pahala bagi dirinya agar bisa masuk syurga, pertanyaannya adalah apakah semua kenikmatan yang ada di syurga memang sepadan dengan jumlah pahala yang dikumpulkan manusia semasa hidupnya? Jawabannya adalah tidak, semua kenikmatan syurga tidak ada pembanding yang sepadan dengannya termasuk pahala seorang anak manusia, walau ia sudah berbuat baik sejak dalam masa kandungan, kecuali Allah Ridho kepadanya.
Contoh sederhananya adalah sebagai berikut; katakanlah ada seorang (fulan) yang berusaha ingin mendapatkan syurganya dengan secara terus menerus membaca Al Quran dan sedekah, apakah orang ini akan masuk syurga kelak? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari perhatikan dulu apa niat si fulan ini? apakah ia melakukannya semata-mata karena imbalan pahala atau karena kecintaannya kepada Allah swt? Jika ia melakukannya hanya karena ingin mengumpulkan pahala, maka kelak di hari akhir ia akan mendapatkan buah perbuatannya itu namun ia harus melewati tahap hisab (perhitungan tibangan amal) dan akhirnya diputuskan bahwa ia bisa masuk syurga karena amalannya tersebut.
ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (QS. An-Nahl: 32)
وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Az-Zukhruf: 72)
Namun jika ia melakukannya karena alasan kecintaannya kepada Allah tanpa mempehitungkan pahalanya, dan buah dari kecintaannya itu menghasilkan perbuatan positif lain yang bisa meningkatkan keimanannya misalnya ia bisa menjadi penolong agama Allah, memberikan pencerahan kepada sesamanya dan membantu sesama dan ia ikhlas melakukannya tidak mengharap imbalan (pahala/uang/pujian). Atas upaya dan jerih payahnya tersebut, bisa membuat banyak orang tertolong iman dan akidahnya serta menyelamatkan agama Allah dari kehancuran, maka atas usahanya tersebut Allah menjadi ridho kepadanya, lalu di hari akhir ia tidak melewati tahap hisab (perhitungan amal) karena jika dihitung secara kasat mata, semua usahanya tersebut amatlah besar nilainya dimata Allah dan tidak bisa dibandingkan dengan seluruh kenikmatan yang ada di syurga, bahkan melebihi rasa Cinta Allah kepada si fulan ini.
Jadi, ada proses dimana seseorang yang diberi rangsangan ganjaran pahala diharapkan bagi mereka agar bisa mencapai tahap "Ikhlas tanpa pamrih". Jika seseorang ingin mendapatkan ganjaran syurga tanpa hisab, maka mereka harus meningkatkan kualitas ibadah dan niat ibadahnya tersebut sudah bukan lagi menjadi kewajiban atau karena alasan pahala, melainkan sudah berubah menjadi bagian kebutuhan dan kecintaan kepada-Nya. Ia melakukan kebaikan atas dasar kebutuhannya kepada Allah dan atas rasa cintanya kepada Allah yang melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri, sehingga ia rela melakukan apapun untuk menegakkan agama Allah, tanpa mempedulikan besarnya pengorbanan dan banyaknya penghalang. Dalam kekhusukannya itu Allah melihat hatinya hanya tertuju kepada-Nya, dan semua daya dan upayanya dikerahkan hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah, dalam keadaan seperti ini semoga Allah Ridho kepadanya.
"Allah Ridho kepada mereka, dan mereka ridho kepada-Nya." (QS. Al Bayyinah :8)
Pada sebagian yang sudah mencapai tahap ikhlas, orang ini sudah tidak mengira dirinya akan masuk syurga atau neraka. Malah bahkan dirinya merasa tidak layak untuk memasuki Syurga-Nya, karena ia bisa merasakan banyaknya kesalahan dan dosa yang diperbuat, ia merasa tidak layak menempati Syurga-Nya, lalu berusaha melakukan banyak kebaikan tanpa memperhitungkan imbalan selain terus berusaha menjaga keikhlasannya, ditahap ini orang sudah berada pada tingkatan taqwa yang sempurna, ia sudah berhasil melihat kedalam dirinya, yaitu tidak mengharapkan imbalan pahala melainkan hanya mengharap keridhoaan-Nya, mengharap karunia-Nya semata. Tidak ada hal lain yang paling diharapkannya yaitu hanyalah Ridho Illahi Robbi.
Dan kebaikan tingkat tinggi ialah Ridho Allah terhadap hamba-Nya, Dia memperoleh pahala keridhoan Allah swt buat Hamba-hamba-Nya di syurga Aden. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan ada beberapa tempat yang indah di Syurga Aden dan Keridhoan Allah adalah yang amat besar...." (QS. At Taubah:72)
Maka Ridhonya Allah yang memiliki surga adalah lebih tinggi dari Ridho itu sendiri. Jika selama hidup ini anda sudah bisa menjadi manusia yang Ridho kepada-Nya, berbahagialah, karena Ridho merupakan tujuan akhir para penghuni-penghuni syurga.
Karena sesungguhnya, konsep pemberian imbalan pahala itu hanya diperuntukkan bagi anak-anak dan remaja atau orang yang baru mengenal atau belajar islam, bukan diperuntukkan bagi umat muslim yang sudah mengerti ajaran islam dan menjalaninya bertahun-tahun. Bukan bagi orang dewasa yang sudah mengerti dan mempelajari islam sejak lama. Konsep pahala sebenarnya ditujukan bagi siapa saja yang baru belajar dan ingin mengenal islam (mualaf). Konsep pahala ini dibuat hanya untuk merangsang semangat setiap orang agar mereka mengerti bahwa setiap perbuatan baik akan menghasilkan kebaikan dan keuntungan, agar mereka terpacu dan bersemangat untuk banyak berbuat baik dengan alasan imbalan pahala yang akan diterima kelak.
Dan sesungguhnya pahala bukanlah satu-satunya alasan seseorang bisa masuk syurga-Nya. Semua umat muslim akan diputuskan masuk syurga bukanlah sekedar karena banyaknya pahala yang sudah mereka kumpulkan selama hidup, dan bukan sekedar karena ia lolos dari hisab/timbangan amal, melainkan itu adalah semata-mata karena karunia Allah swt kepada dirinya. Sebagaimana hadist rasulullah berikut ini:
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ « لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ » . قَالُوا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَلاَ ، وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِى اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ
Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” “Engkau juga tidak wahai Rasulullah?”, tanya beberapa sahabat. Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Itu semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah.” (HR. Bukhari no. 5673 dan Muslim no. 2816)
Mengapa demikian? Ini disebabkan, karena selama ini hidup di dunia, kita terlalu berorientasi pada materi, yaitu sesuatu yang berwujud, dan berbentuk nyata. Kita baru percaya sesuatu itu ada jika kita sudah melihat wujudnya. Sementara, apa-apa balasan kebaikan yang ditawarkan Allah tidak ada wujudnya, tidak bisa dilihat dengan mata namun bisa diterima oleh akal dan bisa dirasakan oleh hati. Ide pahala ini diterapkan sesungguhnya adalah dalam rangka proses peralihan dari materi berwujud (benda) menuju ketenangan yang hakiki, bahwa jika seseorang sudah berada pada tahap derajat iman yang baik dan pemahaman yang sempurna mengenai keimanan dan keislamannya, maka ia sudah tidak lagi menghitung berapa banyak jumlah pahala yang sudah dikumpulkan, sudah berapa banyak kebaikan yang dia perbuat, selain ia hanya akan memilih bersikap ikhlas, sabar dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah swt, percaya dan yakin bahwa Allah akan membalas semua perbuatannya dengan kebaikan pula.
"Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula." (QS. Ar Rahman:60)
Seseorang yang sudah tidak merasa berat menjalankan kewajibannya sebagai muslim (shalat, puasa, zakat dan sebagainya), sudah tidak mempertanyakan alasannya melakukan semua ketentuan itu, ia sudah tidak menghitung berapa banyak kebaikan yang sudah diperbuat, dan ia sudah tidak lagi mempermasalahkan berapa banyak pengorbanan yang sudah dia lakukan di jalan Allah selain ia sudah sepenuhnya menyerahkan semua usahanya itu kepada Allah swt. Itulah tujuan akhir bagi siapa saja yang mengerti bahwa pahala bukanlah satu-satunya alasan seseorang masuk syurga-Nya. Melainkan keikhlasan dan kepasrahannya kepada Sang Khaliklah yang membuat dirinya berharga di mata Allah swt. Sebagimana disebutkan dalan Ayat-Nya yang berbunyi:
سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al Hadiid: 21).
Seandainya saja setiap orang berbuat baik karena mengharapkan imbalan pahala bagi dirinya agar bisa masuk syurga, pertanyaannya adalah apakah semua kenikmatan yang ada di syurga memang sepadan dengan jumlah pahala yang dikumpulkan manusia semasa hidupnya? Jawabannya adalah tidak, semua kenikmatan syurga tidak ada pembanding yang sepadan dengannya termasuk pahala seorang anak manusia, walau ia sudah berbuat baik sejak dalam masa kandungan, kecuali Allah Ridho kepadanya.
Contoh sederhananya adalah sebagai berikut; katakanlah ada seorang (fulan) yang berusaha ingin mendapatkan syurganya dengan secara terus menerus membaca Al Quran dan sedekah, apakah orang ini akan masuk syurga kelak? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari perhatikan dulu apa niat si fulan ini? apakah ia melakukannya semata-mata karena imbalan pahala atau karena kecintaannya kepada Allah swt? Jika ia melakukannya hanya karena ingin mengumpulkan pahala, maka kelak di hari akhir ia akan mendapatkan buah perbuatannya itu namun ia harus melewati tahap hisab (perhitungan tibangan amal) dan akhirnya diputuskan bahwa ia bisa masuk syurga karena amalannya tersebut.
ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (QS. An-Nahl: 32)
وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Az-Zukhruf: 72)
Namun jika ia melakukannya karena alasan kecintaannya kepada Allah tanpa mempehitungkan pahalanya, dan buah dari kecintaannya itu menghasilkan perbuatan positif lain yang bisa meningkatkan keimanannya misalnya ia bisa menjadi penolong agama Allah, memberikan pencerahan kepada sesamanya dan membantu sesama dan ia ikhlas melakukannya tidak mengharap imbalan (pahala/uang/pujian). Atas upaya dan jerih payahnya tersebut, bisa membuat banyak orang tertolong iman dan akidahnya serta menyelamatkan agama Allah dari kehancuran, maka atas usahanya tersebut Allah menjadi ridho kepadanya, lalu di hari akhir ia tidak melewati tahap hisab (perhitungan amal) karena jika dihitung secara kasat mata, semua usahanya tersebut amatlah besar nilainya dimata Allah dan tidak bisa dibandingkan dengan seluruh kenikmatan yang ada di syurga, bahkan melebihi rasa Cinta Allah kepada si fulan ini.
Jadi, ada proses dimana seseorang yang diberi rangsangan ganjaran pahala diharapkan bagi mereka agar bisa mencapai tahap "Ikhlas tanpa pamrih". Jika seseorang ingin mendapatkan ganjaran syurga tanpa hisab, maka mereka harus meningkatkan kualitas ibadah dan niat ibadahnya tersebut sudah bukan lagi menjadi kewajiban atau karena alasan pahala, melainkan sudah berubah menjadi bagian kebutuhan dan kecintaan kepada-Nya. Ia melakukan kebaikan atas dasar kebutuhannya kepada Allah dan atas rasa cintanya kepada Allah yang melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri, sehingga ia rela melakukan apapun untuk menegakkan agama Allah, tanpa mempedulikan besarnya pengorbanan dan banyaknya penghalang. Dalam kekhusukannya itu Allah melihat hatinya hanya tertuju kepada-Nya, dan semua daya dan upayanya dikerahkan hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah, dalam keadaan seperti ini semoga Allah Ridho kepadanya.
"Allah Ridho kepada mereka, dan mereka ridho kepada-Nya." (QS. Al Bayyinah :8)
Pada sebagian yang sudah mencapai tahap ikhlas, orang ini sudah tidak mengira dirinya akan masuk syurga atau neraka. Malah bahkan dirinya merasa tidak layak untuk memasuki Syurga-Nya, karena ia bisa merasakan banyaknya kesalahan dan dosa yang diperbuat, ia merasa tidak layak menempati Syurga-Nya, lalu berusaha melakukan banyak kebaikan tanpa memperhitungkan imbalan selain terus berusaha menjaga keikhlasannya, ditahap ini orang sudah berada pada tingkatan taqwa yang sempurna, ia sudah berhasil melihat kedalam dirinya, yaitu tidak mengharapkan imbalan pahala melainkan hanya mengharap keridhoaan-Nya, mengharap karunia-Nya semata. Tidak ada hal lain yang paling diharapkannya yaitu hanyalah Ridho Illahi Robbi.
Dan kebaikan tingkat tinggi ialah Ridho Allah terhadap hamba-Nya, Dia memperoleh pahala keridhoan Allah swt buat Hamba-hamba-Nya di syurga Aden. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan ada beberapa tempat yang indah di Syurga Aden dan Keridhoan Allah adalah yang amat besar...." (QS. At Taubah:72)
Maka Ridhonya Allah yang memiliki surga adalah lebih tinggi dari Ridho itu sendiri. Jika selama hidup ini anda sudah bisa menjadi manusia yang Ridho kepada-Nya, berbahagialah, karena Ridho merupakan tujuan akhir para penghuni-penghuni syurga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar